Patrap (Makna Dzikrullah) part 1



Kita mengetahui bagaimana bintang-bintang itu beredar pada porosnya sebagaimana mengetahui  tumbuh-tumbuhan,  gunung-gunung  berdiri  dan  bergerak  mengikuti sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya itu bersujud dan bertasbih kepada khaliknya. Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka bersujud dan bertasbih.

Firman Allah :

"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan  tak  ada  suatupun  melainkan  bertasbih  dengan  memuji-Nya,  tetapi  kamu sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia adalah maha  penyantun  lagi maha Penyayang" (QS 17:44)

Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya  dan kepada bumi. silahkan kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka "Kami mengikuti dengan suka hati" (QS 41:11)

Ayat-ayat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa tasbih mereka bukanlah sebuah  kata-kata  seperti  manusia  bertasbih,  akan   tetapi  merupakan  bentuk kepasrahan dan kepatuhan atas perintah Allah, sehingga gerak mereka serta arah tujuannya berserah atas kehendak perintah Ilahi. Dengan demikian butir-butir atom, bumi,  matahari,  bintang-bintang  bergerak  pada  orbit  atau  garis  yang  telah ditentukan oleh-Nya. Itulah yang dinamai ber-islam, yang artinya berserah diri atas kemauan Allah Yang Maha Pengasih. Yaitu pasrah atas peraturan-peraturan (sunnah- sunnah) yang telah ditentukan oleh Allah Swt.  Maka  dari  itu paradigma pasrah bukanlah orang pasif yang tidak bergerak,  malah sebaliknya orang yang pasrah adalah orang aktif yang mengikuti perintah-perintah di dalam syariat, berdagang, belajar, berperang, membayar zakat, berhaji, beternak, bertani, bermanajemen dll.

Hal  ini diibaratkan seperti kalau kita membeli sebuah mobil. Si  perancang  telah menyiapkan manualnya untuk memudahkan kita menghidupkan dan menjalankan mesin mobil tersebut, serta untuk mengetahui suku cadang yang harus diganti jika terjadi  kerusakan.  Manual  yang  berisi  ketentuan/aturan  ini  tidak  bisa  diganti seenaknya  sesuai  dengan  kemauan  kita,  karena  bisa-bisa  akan  mengakibatkan benturan/berlawanan dengan keinginan perancangnya, yang pada akhirnya mungkin akan membuat mesin mobil menjadi rusak dan tidak dapat berjalan dengan baik.

Perbuatan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh perancang dalam ilustrasi diatas   menggambarkan   kepasrahan   dan   kepatuhan   terhadap   ketentuan   si perancang. Demikian pula dengan kepasrahan terhadap ketentuan yang telah ditulis dalam Al Qur'an  dan  Al Hadist ataupun  dalam ayat-ayat kauniyah (hukum  yang diikuti oleh alam semesta / hukum alam), semuanya mengikuti sistem dan keinginan ilahi. Mereka bersujud patuh atas ketetapan-Nya dengan suka hati.

Didalam serat Pepali Ki Ageng Selo, dzikir berarti patrap, yaitu orang susila, orang beradab. Peradaban atau kesusilaan seseorang ditentukan oleh pendirian hidupnya



dan kesusilaan dalam arti kata yang sedalam-dalamnya dan terikat pada sarat-sarat utama, yaitu dapat menguasai diri sendiri, yang dijabarkan sbb :

1. Menguasai tubuh sepenuhnya, yang berarti mampu untuk menguasai perjalanan nafas  dan  darah,   sehingga  orang  tidak  lekas  naik  darah   dan  tidak   mudah dipermainkan oleh urat syarafnya (nervous) yang besar faedahnya bagi kesehatan badan.

2. Menguasai perasaan, yaitu dapat menahan rasa marah, jengkel, sedih, takut dan sebagainya, sehingga dalam keadaan bagaimanapun juga selalu tenang dan sabar, oleh  karena  itu  lebih  mudah  untuk  dapat  mengambil  tindakan-tindakan  yang setepat-tepatnya.

3. Menguasai pikiran, sehingga pikiran itu dalam waktu-waktu yang terluang tidak bergelandangan semaunya sendiri dengan tidak terarah dan bertujuan, akan tetapi dapat diarahkan untuk memperoleh pengertian dan kesadaran tentang soal-soal hidup yang penting.

Orang  patrap  (dzikir,  sadar)  dalam  Islam  diidealisasikan  dalam  sosok  Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, tidak  kenal rasa takut tidak gentar dalam keadaan bagaimanapun juga, beliau selalu sabar, dan tenang dan selalu diliputi oleh rasa kasih sayang kepada sesama hidup dan karena itu beliau dicintai oleh semua ummat manusia, beliau mencintai segala ciptaan Allah.

Sikap dzikir sempurna seperti  itu pernah dicontohkan Rasulullah, tatkala tiba-tiba Da'tsur menodongkan pedangnya kearah leher nabi, seraya berkata lantang: "Siapa yang akan  menolong engkau  dalam keadaan seperti ini, ya Muhammad?".  "Allah yang menolongku", jawab nabi dengan tenang.

Jawaban sederhana yang tidak disangka-sangka oleh Da'tsur, merontokkan karang hati  yang  pongah,  tubuhnya  bergetar  seakan  tidak  lagi  disanggah  oleh  tulang- tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang mengalir dari mulut Muhammad, membuat  jiwanya  sesaat  seperti  mati  tak  berdaya.  Pedangnya  terpental  jatuh ketanah, kemudian Rasulullah berganti membalas menodongkan pedang
kearah leher Da'tsur, dan beliau berkata : "Siapa yang akan menolong engkau ,ya Da'tsur?" Ia jatuh bersimpuh pada kaki Rasulullah sambil mengiba untuk diampuni atas sikapnya yang congkak dan berkata hanya enkau  ya Muhammad yang bisa menolongku. Seketika itu Rasulullah menasehatinya agar ia kembali ke jalan Islam.

Peristiwa di atas merupakan sikap sempurna dari Dzikir Rasulullah. Keadaan seperti itulah  yang  dimaksudkan  islam  sebagai   kepasrahan  dan  kepercayaan  akan kekuasaan Allah, perlindungan, kedekatan dan kemahatinggian Allah diatas segala- galanya.

Dzikir kepada Allah bukan hanya sekedar menyebut nama Allah di dalam lisan atau didalam pikiran dan hati. Akan tetapi dzikir kepada Allah ialah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat, dan Af''al-Nya. Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup  dan mati kita, sehingga tidak akan ada lagi rasa khawatir dan takut maupun gentar dalam menghadapi  segala  macam  mara  bahaya  dan  cobaan.  Sebab  kematian  baginya merupakan pertemuan dan kembalinya ruh  kepada raja diraja Yang Maha Kuasa. Mustahil orang dikatakan berdzikir kepada Allah yang sangat dekat, ternyata hatinya masih  resah  dan  takut,  berbohong,  tidak  patuh  terhadap  perintah-Nya  dll.




Konkritnya berdzikir  kepada Allah adalah merasakan  keberadaan Allah itu sangat dekat, sehingga mustahil kita berlaku tidak senonoh
dihadapan-Nya, berbuat curang, dan tidak mengindahkan perintah-Nya.

Seperti yang pernah saya singgung mengenai syetan yang ma'rifat kepada Allah, bertauhid kepada Allah, dan berdo'a kepada-Nya, memuja-Nya,  namun ia enggan mengikuti perintah-Nya. Orang berdzikir seperti ini sama kedudukannya dengan kedudukan syetan yang terkutuk.

Allah berfirman : "Hai iblis , apakah yang  menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu merasa termasuk orang yang lebih tinggi ?"

Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.

Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu dari surga, sesungguhnya kamu adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku tetap atas kamu sampai hari pembalasan."

Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan." Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya ( hari kiamat)."

Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka. (QS 38:75-83)

Kalau  kita  perhatikan  dialog  Iblis  dengan  Allah  di  atas,  kelihatan  sekali  bekas keakraban  antara Khaliq dan makhluq-Nya.  Dia sangat percaya kepada Allah, dia bertauhid, dan mengetahui bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dia juga memuja Allah dengan menyebut "faizzatika" (demi kekuasaan Engkau). Dia selalu memanggil Allah dengan sebutan "Ya Rabbi" (Ya tuhanku), dan yang terakkhir dia dikabulkan doanya agar dipanjangkan usianya sampai hari kiamat. Hampir saja sempurna sang iblis sebagai hamba yang sangat dekat, memohon kepada Allah (berdo'a), bertauhid dan berma'rifat kepada-Nya. Hanya satu kesalahan sang iblis  ini,  yaitu tidak mau mengindahkan perintah-Nya untuk bersujud (menghormati) kepada Adam. Berarti ia tidak mengakui atau tidak menerima keputusan
Allah  yang  Maha  Bijaksana,  disebabkan  kesombongan  merasa  paling  baik  dari dirinya, ana khairu minhu , aku lebih baik dari Adam !!!

Ada sebagian ahli dzikir yang tidak mau melaksanakan ibadah shalat, dengan dalil sudah sampai kepada tingkat ma'rifat atau fana. Dengan alasan wa aqimish shalata lidzikri (dirikanlah shalat untuk mengingat Aku ... QS 20:14), karena tujuan shalat adalah ingat. Namun ia tidak sadar, bahwa ingat disini ... tidak hanya kepada nama- Nya  atau  kepada  dzat-Nya,  akan  tetapi  konsekwensinya  harus  menerima  apa kemauan   yang   diingat,   yaitu   kemauan   Allah   Swt   seperti   apa   yang   telah diperintahkan didalam syariat-Nya .

Bandingkan dengan sikap syetan yang tidak mengikuti kemauan Ilahi. Perbuatan khariqul  `adah  (meninggalkan  kebiasaan  syariat)  dianggap  perbuatan  seorang waliyullah. Padahal nabi Muhammad dan para sahabat menegakkan syariat shalat, dan mu'amalah. Sedang kedudukan beliau  berada diatas para wali manapun di dunia. Dengan alasan yang seakan masuk akal, serta dengan ditandai




(ditambahi) kelebihan-kelebihan spiritual yang menakjubkan. Janganlah anda heran jika setanpun mampu menembus alam-alam  ghaib dan mampu menyelami pikiran dan hati manusia, ...  bahkan ia mampu berjalan melalui aliran darah (yajri dam) karena memang ia dikabulkan permintaannya. Seorang wali adalah kekasih Allah dan merupakan wakil Allah didalam melaksanakan tugas-tugas
menegakkan syariat Alqur'an dan As sunnah.





Lalu Apa yang Dimaksud dengan Dzikir Lisan, Dzikir Qalbi atau Dzikir Sirri?

Syekh Ahmad Bahjad dalam bukunya "Mengenal Allah", memberikan pengertian sbb
: "Dzikir secara lisan seperti menyebut nama Allah berulang-ulang. Dan satu tingkat diatas dzikir lisan adalah hadirnya pemikiran tentang Allah dalam kalbu, kemudian upaya menegakkan hukum syariat Allah dimuka bumi dan membumikan Al Qur'an dalam kehidupan. Juga termasuk dzikir adalah memperbagus kualitas amal sehari- hari dan menjadikan dzikir ini sebagai pemacu kreatifitas baru dalam bekerja dengan mengarahkan niat kepada Allah ( lillahita'ala )."

Sebagian ulama lain membagi dzikir menjadi dua yaitu: dzikir dengan lisan, dan dzikir di dalam hati. Dzikir lisan merupakan jalan yang akan menghantar pikiran dan perasaan yang kacau menuju kepada ketetapan dzikir hati; kemudian dengan dzikir hati inilah semua kedalaman ruhani akan kelihatan lebih luas, sebab dalam wilayah hati ini Allah akan mengirimkan pengetahuan berupa ilham.

Imam Alqusyairi mengatakan  :  "Jika seorang hamba  berdzikir dengan lisan dan hatinya, berarti dia adalah seorang yang sempurna dalam sifat dan tingkah lakunya."

Dzikir kepada Allah bermakna, bahwa manusia sadar akan dirinya yang berasal dari Sang Khalik, yang senantiasa mengawasi  segala perbuatannya.  Dengan demikian manusia mustahil akan berani berbuat curang dan maksiat dihadapan-Nya.  Dzikir berarti kehidupan, karena manusia ini adalah makhluq yang akan binasa (fana), sementara Allah senantiasa hidup, melihat, berkuasa, dekat, dan
mendengar, sedangkan menghubungkan (dzikir) dengan Allah, berarti menghubung- kan dengan sumber kehidupan (Al Hayyu).

Sabda Rasulullah : "Perumpamaan orang yang berdzikir  dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang mati." (HR. Bukhari)

Itulah gambaran dzikir yang dituturkan Rasulullah Saw. Bahwa dzikir kepada Allah itu bukan sekedar ungkapan sastra, nyanyian, hitungan-hitungan lafadz, melainkan suatu hakikat yang diyakini didalam jiwa dan merasakan kehadiran Allah disegenap keadaan, serta berpegang teguh dan menyandarkan kepada-Nya hidup dan matinya hanya untuk Allah semata.

Firman Allah :

"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS 7:205)







Aku hadapkan wajahku kepada wajah yang menciptakan  langit dan bumi, dengan lurus. Aku bukanlah orang yang berbuat syirik, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan (berserah diri) kepada Tuhan sekalian Alam ....

Adapun  hitungan-hitungan  lafadz,  seperti   membaca  Asmaul  Husna,  membaca Alqur'an, shalat, haji, zakat, dll, merupakan bagian dari sarana  dzikrullah, bukan dzikir itu sendiri, yaitu dalam rangka  menuju penyerahan diri (lahir dan batin) kepada Allah. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi dari pada dzikir dan tidak ada nilai yang lebih berharga dari usaha menghadirkan Allah dalam hati, bersujud karena keagungan-Nya, dan tunduk kepada semua  perintah-Nya serta  menerima setiap keputusan-Nya Yang Maha Bijaksana

Dzikir  berarti  cinta  kepada  Allah,  tidak  ada  tingkatan  yang  lebih  tinggi  diatas kecintaan  kepada  Allah  …,  maka  berdzikirlah  kamu  (dengan  menyebut  )  Allah, sebagaimana kamu ingat kepada orang tua kalian, atau bahkan lebih dari itu …. (QS
2:200)

"Katakanlah,  jika  bapak-bapak,   anak-anak,  saudara-saudara,  istri-istri,  kaum keluargamu,  harta  kekayaan  yang  kamu  usahakan,  perniagaaan   yang  kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (QS 9:24 )




Dzikrullah Rohnya Seluruh Peribadatan

Pada tatanan spiritualitas Islam,  dzikrullah merupakan kunci membuka  hijab dari kegelapan  menuju  cahya  Ilahi.  Alqur'an  menempatkan  dzikrullah  sebagai  pintu pengetahuan makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran 190-191 :

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang  terdapat  tanda-tanda  bagi  orang  yang  berakal,  yaitu  orang-orang  yang mengingat Allah sambil berdiri, atau sambil  duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan  langit dan bumi (seraya berkata) Ya Tuhan  kami, tiadalah Engkau menciptakan  ini dengan  sia-sia maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka" (QS 3:190-191)

Kalimat "yadzkurunallah" orang-orang yang mengingat Allah, didalam `tata bahasa arab'  berkedudukan   sebagai  ma'thuf   (tempat  bersandar)  bagi  kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga dzikrullah merupakan dasar atau azas dari semua perbuatan peribadatan  baik  berdiri,  duduk  dan  berbaring  serta  merenung  (kontemplasi). Dengan demikian praktek dzikir termasuk ibadah yang bebas tidak
ada batasannya. Bisa sambil berdiri, duduk, berbaring, atau bahkan mencari nafkah untuk keluarga sekalipun bisa dikatakan berdzikir, jika dilandasi karena ingat kepada Allah.  Juga  termasuk  kaum  intelektual  yang  sedang  meriset  fenomena  alam, sehingga menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi seluruh manusia.

Dzikrullah merupakan sarana pembangkitan  kesadaran diri yang tenggelam, oleh sebab itu dzikir lebih komprehensif dan umum dari berpikir. Karena dzikir melahirkan pikir serta  kecerdasan jiwa yang luas, maka dzikrullah tidak bisa hanya diartikan





dengan  menyebut  nama  Allah,  akan  tetapi  dzikrullah  merupakan  sikap  mental spiritual mematuhkan dan memasrahkan kepada Allah Swt.

Dari Dardaa Ra :

Bersabda Rasulullah Saw "Maukah kalian saya beritakan sesuatu yang lebih baik dari amal-amal kalian, lebih suci dihadapan penguasa kalian, lebih luhur di dalam derajat kalian, lebih bagus bagi kalian dari pada menafkahkan emas dan perak, dan lebih bagus dari pada bertemu musuh kalian (berperang) kemudian kalian menebas leher- leher mereka atau merekapun menebas leher-leher kalian ?" Mereka berkata : "baik ya Rasulullah". Beliau bersabda : "dzikrullah" atau ingat kepada Allah (dikeluarkan oleh At thurmudzy dan Ibnu Majah, dan berkata Al Hakim: shahih isnadnya).

Betapa dzikrullah ditempatkan pada posisi  yang sangat tinggi, karena merupakan jiwa atau rohnya seluruh peribadatan, baik  shalat, haji, zakat, jihad dan amalan- amalan lainnya. Dari sisi lain, Allah sangat keras mengancam orang yang tidak ingat kepada Allah didalam ibadahnya. Seperti dalam surat Al Ma'un ayat :4-6 :

"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya'." fashalli lirabbika maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu ( QS. 108:2 )

Perbuatan   riya'  ialah  melakukan  suatu   amal  perbuatan  tidak  untuk  mencari keridhaan Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran di masyarakat. Amal perbuatan seperti itu yang  akan ditolak oleh Allah, dan dikategorikan bukan sebagai perbuatan Agama (Ad dien).

Banyak orang yang mendirikan shalat, sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah ( Al Hadist )

Sabda Nabi Saw :

"Akan datang pada  suatu masa, orang yang mengerjakan shalat, tetapi mereka belum  merasakan  shalat"  (HR.  Ahmad,  dalam  risalahnya:  Ash  shalatu  wa  ma yalzamuha)

Jadi jelaslah maksud  hadist-hadist di atas  bahwa  seluruh peribadatan bertujuan untuk  memasrahkan  diri  dan  rela  kepada  Allah,  sebagaimana  pasrahnya  alam semesta…

Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas kepada  Allah serta menerima  Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau sarana yang paling mudah telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah. Keikhlasan kepada Allah mustahil bisa dicapai, tanpa melatih dengan  menyebut  nama  Allah  serta   melakukan   amalan-amalan  yang  telah ditetapkan-Nya.

Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr, bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki berkata. wahai Rasulullah, sesungguhnya  syariat  iman  itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang aku akan menetapinya. Beliau bersabda :

"Senantiasa lisanmu basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta'ala."



Keluhan laki-laki yang datang kepada Rasulullah menjadi pelajaran dan renungan bagi kita, yang  ternyata syariat iman  itu amat banyak jumlahnya dan  tidaklah mungkin kita mampu melaksanakan amalan  syariat yang  begitu banyak tersebut, kecuali mendapatkan  karunia bimbingan dan tuntunan dari Allah Swt. Rasulullah telah memberikan solusinya dengan memerintahkan selalu membasahi lisan kita dengan menyebut nama Allah.

Dengan cara melatih  berdzikir kepada Allah kita akan mendapatkan ketenangan, kekhusyu'an dan kesabaran yang berasal dari Nur Ilahi.





Keutamaan Berdzikir Kepada Allah

Apabila benar-benar mengerjakan dzikir menurut cara yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, sedikitnya ada dua puluh keutamaan yang akan dikarunikan kepada yang melakukannya, yaitu (Al Fathul Jadied : syarah At Targhieb Wat Tarhieb):

1. Mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah dengan amal shaleh ini.
2. Menghasilkan rahmat dan inayat Allah.
3. Memperoleh sebutan yang baik dari Allah dihadapan hamba-hamba yang pilihan.
4. Membimbing hati dengan mengingat dan menyebut Allah.
5. Melepas diri dari azab.
6.  Memelihara  diri  dari  was-was  syaitan  khannas  dan  membentengi  diri  dari ma'syiat.
7. Mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
8. mencapai derajt yang tinggi di sisi Allah.
9. Memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan kekeruhan jiwa.
10. Menghasiilkan tegaknya suatu rangka dari iman dan islam.
11. Menghasilkan kemuliaan dan kehormatan pada hari kiamat.
12. Melepaskan diri dari rasa sesal.
13. Memperoleh penjagaan dari para malaikat.
14. Menyebabkan Allah bertany tentang keadaan orang-orang yang berdzikir itu.
15. Menyebabkan berbahagianya orang-orang yang duduk beserta orang-orang yang berdzikir, walaupun orang turut duduk itu tidak berbahagia.
16. Menyebabkan dipandang ahlul ihsan,  dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.
17. Menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah.
18. Menyebabkan terlepas dari suatu pinti fasik dan durhaka.  Karena orang yang tidak menyebut Allah (tidak berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.
19. Merupakan ukuran untuk mengetahui derajat yang diperoleh di sisi Allah.
20. Menyebabkan para Nabi dan  orang-orang mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi.

Dengan  sebagian  manfaat   yang  tercantum  di  atas,  layaklah  jika  dzikrullah didudukkan  sebagai   pintu  pembuka  jalan  kebajikan  dan  jalan  makrifatullah. Keutamaan-keutamaan tersebut  bukan sekedar catatan  yang menarik bagi kaum muslimin, akan tetapi hal tersebut bisa kita peroleh dan dirasakan dengan sebenar- benarnya, apabila kita serius dan sungguh-sungguh dalam melaksanakan
amalan-amalan dzikir kepada Allah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kalo menurut mu gimana...?