Tinjauan
filsafat yang lebih menonjol terhadap manusia adalah menyangkut kebebasan. Perbuatan manusia dilihat dari segi efektivitasnya. Pandangan
terhadap hal ini mempunyai akar pada konsepsi tentang hakikat manusia dan daya-daya
yang dimilikinya. Apabila manusia mempunyai hakikat dengan daya-daya yang
efektif pada dirinya,
ia dengan sendirinya
adalah pelaku perbuatan-perbuatannya.
Sebaliknya, apabila
manusia dipandang tidak mempunyai daya-daya yang efektif pada dirinya,
perbuatan-perbuatannya, pada dasarnya,
tidak berasal
dari dirinya sendiri. Perbuatan-perbuatan
itu merupakan hasil determinasi kekuatan-kekuatan lain diluar dirinya.
Manusia
dalam hal ini tempat
berlakunya kekuatan-kekuatan
itu.
Menurut Al Ghazaly didalam Ma'arij al quds, perbuatan adalah bagian dari gerak. Apabila gerak dikaitkan dengan manusia, maka gerak tersebut dapat dibedakan atas gerak yang tidak disadari (at thabi'i) dan gerak
yang disadari (al iradiyyat).
Gerak yang tidak disadari, kita sudah maklumi bahwa
tubuh manusia dikatakan miniatur alam semesta, dimana unsur-unsur alam bergerak dan berkembang mengikuti
perintah dan
peraturan- peraturan
Allah semata.
Dalam tulisan ini, yang hendak
dikemukakan adalah persoalan perbuatan yang disadari, karena perbuatan inilah yang terjadi secara jelas melalui proses tertentu di dalam jiwa dan berhubungan dengan pengungkapan diri. Perbuatan yang disadari,
disebut juga dengan perbuatan bebas (ikhtiyaari), perbuatan
semacam ini menurut Al
Ghazaly terjadi setelah melalui tiga tahap peristiwa dalam diri manusia,
yaitu pengetahuan,
kemauan (al iradat) dan kemampuan
(al qudrat). Yang lebih dekat diantara ketiga tahap itu dengan wujud perbuatan adalah al qudrat. Al qudrat adalah daya penggerak dari jiwa sensitive yaitu makna yang tersimpan dalam otot-otot. Ia
adalah momen terakhir yang secara langsung berhubungann dengan wujud perbuatan. Fungsi al qudrat pada dasarnya ialah menggerakkan tubuh. Bentuk gerakan tubuh ditentukan oleh kemauan
atau iradat. Berdasarkan salah satu
kecenderungan yang inheren didalamnya
: positif atau negatif. Positif sebagai reaksi terhadap yang menguntungkan
dan
negatif sebagai reaksi terhadap
hal
yang merugikan. Dengan pengertian ini, semestinya pada al iradat terdapat kegiatan
memilih. Al iradat (kemauan) mempunyai
intensitas kepada proses sesudahnya al
qudrat. Artinya ia bersifat aktif
terhadap al qudrat, sehingga yang
disebut terakhir ini menjadi
aktual, tidak sekedar potensi. Al iradat tidak mempunyai intesitas kepada
proses sebelumnya, yaitu pengetahuan, sebagaimana al qudrat tidak mempunyai intensitas kepada iradat. Al qudrat hanya mempunyai
intensitas
kepada wujud perbuatan. Berbeda dengan al qudrat, al iradat mempunyai "kekuasaan" yang lebih besar karena ia tidak menerima perintah dari daya
sebelumnya, ia mempunyai
inisiatif memilih, al
iradat
menentukan pilihannya
berdasarkan pengetahuan.
Daya "mengetahui" mempunyai kekuasaan yang lebih besar daripada al iradat , tetapi ia mempunyai hubungan
yang jauh dan terlibat secara
langsung dengan perbuatan adalah al iradat dan al qudrat. Sepintas lalu proses terwujudnya
perbuatan ini memperlihatkan efektivitas manusia, melalui iradat manusia mempunyai kebebasan dan melalui al qudrat manusia mempunyai kemampuan pada dirinya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Disamping itu, Al Ghazaly
menyatakan juga
didalam buku-buku filsafatnya, bahwa perbuatan-perbuatan manusia terwujud
dengan sebab "perbuatan Allah"
Namun demikian Al Ghazaly mendapat sorotan tajam dan dituduh sebagai biang kerok
kejumudan pemikiran ummat. Hal ini disebabkan banyak kalangan yang
kurang teliti melihat alur pemikiran Al Ghazali. Yang dimaksud adalah andil
Allah
dalam setiap perilaku manusia maupun makhluk dalam memberikan
pengertian baik maupun buruk. Akan
tetapi Allah sudah membekali dan memberikan
kebebasan untuk memilih dua hal tersebut.
Yang akan
saya utarakan
adalah persoalan awal
sebelum kehendak
dan kemampuan berbuat itu muncul. Misalnya seorang
penulis, maupun pelukis, saat dimana ia melakukan perbuatan tersebut. Ia sebenarnya
hanya diam menunggu
inspirasi datang kemudian muncul
kehendak lalu memerintahkan kemampuan atau iradat
untuk melakukan gerakan.
Pengetahuan ini sering disebut dengan pengertian awwali atau ide besar yang belum berupa rangkaian huruf-huruf, bukan rumus-rumus suara, Dia ada meliputi segenap jiwa dan alam. Ialah perintah-perintah atau amar-amar
Tuhan yang mengarahkan
dan menggerakkan segala-sesuatu. Ialah ruh yang suci, yang tidak bisa digambarkan oleh fikiran, namun Ia hadir dengan
perintahnya, tidak berupa suara dan suasana. Dia berkata-kata kepada para penulis novel, dia melukis bersama seniman, dia menuntun
lebah merangkai sarangnya, dan semut-semut
pun mengerti
apa yang mesti dilakukan
dalam hidupnya.
Pengertian-pengertian itu datang mengalir secara murni tanpa ada campur tangan makhluk apapun
termasuk
malaikat. Kita bisa rasakan sendiri
hal ini bahwa datangnya
perintah terhadap tubuh maupun alam secara alami
berlaku pasrah
maupun terpaksa. Kita perhatikan orang
yang sedang tidur. Ia
berbaring
tanpa dikendalikan lagi oleh
kemauan dan kekuasaan
diri.
Instrumen tubuh
bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.bandingkan dengan perilaku
alam yang lain seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, matahari, bumi dan planet-planet lainnya. Semua bergerak teratur menurut perintah Allah. (lihat Surat Al Fushilat ayat
11-12).
Yang membedakan antara manusia dan
makhluk lain
adalah adanya iradat dalam diri manusia sehingga ia bebas
memilih untuk berbuat atau tidak. Akan tetapi manusia tidak bisa menentukan gerakan Ilahi yang mengalir dalam tubuhnya, yaitu gerak
hakiki .
Gerak hakiki adalah
gerak dimana Tuhan telah menentukan
arah dan kadar fungsinya. Ia tidak akan menyimpang
dari ketentuan yang
ditetapkan Tuhan. Ia patuh sebagaimana alam semesta patuh. Ia bersifat pasrah yang dinamis, karena ia mengikuti
gerak
dan keinginan
Ilahi
Para seniman Taichi
berprinsip
mengikuti irama gerak alam. Tubuhnya dipatok kedalam kekuasaan besar yang meliputinya, ia membiarkan tubuhnya berdiri diatas kelembutan dan kekerasan, sehingga keseimbangan dan keharmonisan segi
tiga realitas menjadi puncak prinsip,
mikrokosmos, makrokosmos dan metakosmos. Sehingga ia akan mengenal wujud Allah melalui tahapan wilayah-wilayah sampai kepada
kesimpulan bahwa semua makhluk
adalah fana kecuali wujud Allah Yang Maha Suci.
Gerak hakiki merupakan sunnatullah. Ia bergerak sesuai dengan kehendak Ilahi. Kita tidak bisa menghentikan kehendak hakiki
pada tubuh
kita untuk mati. Kita tidak
pernah merencanakan lahir menjadi seorang laki-laki ataupun perempuan. Kadang-
kadang kehendak itu bertentangan dengan kehendak kita. Kita menginginkan hidup
seribu tahun lagi, namun ada gerak hakiki yang menghentikan dengan paksa untuk
mati diusia belasan tahun.
Dengan mengetahui adanya dua kehendak yang berlangsung dalam diri kita, menandakan adanya bentuk hakikat dan bukan hakikat. Sehingga
kehendak yang
bukan hakikat semestinya mengikuti gerak hakikat yang menjadi pusat ketentuan
dan
ide didalam setiap gerak manusia.
Maka sesungguhnya fitrah Allah dan fitrah
manusia adalah sama (lihat surat Ar Rum ayat 30). Untuk mengenal hakikat Allah dan mengikuti kehendak-Nya, kita harus berupaya menjalani pendekatan
melalui jalan
ruhani. Karena
Allah sendiri hanya
memberikan tanda-tanda atau rambu- rambu dalam memberikan petunjuk menuju
pengenalan
akan "wujud" (eksistensi Allah). Pengenalan ini harus kita mulai dengan membuka harus kita mulai dengan
membuka wawasan ilmu tauhid kepada Allah, yaitu ilmu yang bersangkut paut
masalah hakikat Allah, sifat-sifat Allah, dzat Allah, Af'al Allah. Sebab kalau kita tidak mengenal ilmu ini, maka tentunya kita tidak akan tahu sampai dimana perjalanan kita menuju jalan hakikat. Jalan ruhani akan terhalang jika kita tidak mengetahui
akan keadaan Allah secara ilmu. Kita akan terjebak oleh keadaan alam-alam yang
menakjubkan didalam fenomena
ghaib. Bisa jadi khayalan dan halusinasi seseorang
yang
bergembira berlebihan akan hidup berkerohanian menyebabkan memori didalam otaknya muncul tatkala ia berkonsentrasi apa yang diinginkan. Keadaan ini sering muncul atau seakan-akan
ada orang yang membisikkan untuk melakukan sesuatu. Dalam berguru kepada Allah, hendaknya kita sudah mempersiapkan bekal ilmu
yang disebutkan di atas, sebab
kita akan memasuki dunia keTuhanan secara total.
Myskat Cahaya
Ilahi
Kata cahaya adalah
metafora
yang diungkapkan
Al
Qur'an, dalam menjelaskan keadaan jiwa atau hati yang telah mendapatkan wahyu atau ilham. Dimana wahyu
atau kata-kata Tuhan diungkapkan kedalam bahasa manusia, dengan meminjam
kata 'cahaya', sebab wahyu sendiri tidak bisa diungkapkan dengan bahasa manusia.
Wahyu adalah bahasa Allah, yang berbeda dengan bahasa manusia. Namun wahyu atau ilham bisa dipahami oleh orang yang menerimanya,
bahkan hewan dan alampun
mampu
memahami bahasa Allah.
Didalam Mu'jam Alfadzil Qur'anil Karim, yang diterbitkan oleh Majma'ul
Lughah Al Arabiyah, kata 'ilham' ditafsirkan dengan :"Disusupkannya kedalam hati perasaan
yang sensitif yang dapat dipergunakan untuk membedakan
antara kesesatan dan petunjuk",
dan mungkin hal
ini di jaman kita sekarang ini dikenal dengan
istilah dhomir (kata hati). Didalam kamus Al Muhith disebutkan
: "Al hamahu khaira" (Allah
mengilhamkan kebaikan) yakni :
Allah mengajarkan kepadanya.
Dengan alasan inilah saya memberikan judul "Berguru Kepada Allah" pada bab ini. Dan dengan demikian kita sudah menjurus kepada hal yang lebih penting lagi didalam
perjalanan kita kali ini. Disamping kita sudah
berbekal ilmu
kema'rifatan, yaitu mengenal dzat, sifat dan af'al Allah, kita hendaknya melakukan komunikasi
kepada Allah serta melakukan pemasrahan
diri secara total. Kepasrahan adalah menggantungkan sikap jiwa untuk patuh kepada Allah dengan segenap syari'at
yang telah ditentukan, agar kita
mendapatkan cahaya
keimanan
yang lebih dalam.
Firman Allah Swt
didalam surat An
Nuur
ayat 35-38:
"Allah adalah
cahaya bagi langit dan bumi. Perumpamaan cahaya adalah seperti lubang yang didalamnya ada pelita. Pelita itu di dalam kaca. Dan kaca itu laksana bintang yang berkilauan yang dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati, yaitu
minyak zaitun yang bukan dari timur dan tidak (juga) dari barat. Minyaknya
hampir menerangi sekalipun
tidak disentuh
api. Cahaya di
atas cahaya. Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,
(yaitu) di rumah-rumah, Allah
memerintahkan untuk memuliakan
dan menyebut nama-Nya, bertasbih didalam rumah itu pada waktu pagi dan petang,
(yaitu) laki-laki yang tidak dilalaikan
perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
mereka takut
akan hari yang berguncang padanya hati dan penglihatan, supaya Allah membalas mereka dengan yang lebih baik dari apa yang mereka
kerjakan dan menambah (lagi)
karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada
siapa-siapa yang Dia kehendaki
dengan tiada
terbatas" (QS 24:35-38)
Allah memberikan perumpamaan cahaya-Nya seperti lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada 'pelita' besar. Cahaya itu bersemayam di dalam hati orang-orang
yang terpilih dan
dikehendaki-Nya. Dengan cahaya itu Allah membimbing dan
menuntun hati agar mampu memahami
ayat-ayat Allah serta nasehat-nasehat
Allah. Allah-lah yang akan 'menghantar'
jiwa kita melayang menemui-Nya dan yang akan menunjukkan 'jalan ruhani' kita untuk melihat-Nya secara 'nyata'. Dengan 'cahaya-
Nya', kita bisa membedakan petunjuk dari syetan
atau
dari Allah swt.
Firman Allah:
"Wahai orang-orang beriman jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan bagimu furqan
(pembeda) ". (QS 8:29)
Yang dimaksud dengan 'furqan' adalah cahaya yang dengannya,
kita semua bisa
membedakan antara yang haq
dan yang
bathil.
Dan firman Allah
:
"Dan orang-orang yang berjihad
untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang
yang berbuat kebaikan"
(QS 29:69)
Ayat ini menunjukkan bahwa bersungguh-sungguh atau bermujahadah dijalan Allah,
memiliki pengaruh didalam memberi 'hidayah' atau 'cahaya' kepada manusia menuju jalan-jalan
Allah,
yaitu jalan kebenaran.
Firman Allah :
"Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya
Dia akan mengadakan bagimu jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangka ..." (QS 65:2-
3).
Dengan demikian maka jelaslah pada ayat-ayat di atas, memberikan
kepada kita
'syarat' untuk mendapatkan 'cahaya' atau 'hidayah', hendaklah melakukan amalan-
amalan yang diwajibkan dan disunnahkan, yaitu melakukan dzikrullah', baik berdiri,
duduk, maupun berbaring. Sebab didalam setiap peribadatan itu merupakan
'cara'
untuk mengingat 'Allah'.
Dan menyebabkan 'Allah' menyambut ingatan kita, dengan sambutan kasih sayang
serta memberinya 'cahaya' penerang bagi hatinya yang merelakan dan membuka
untuk menerima Allah sebagai junjungannya, dengan ditandai rasa tenang yang luar biasa.
Untuk lebih jelasnya, saya akan lanjutkan perjalanan rohani kita, pada bab
"Membuka Hijab". Pada bab itu akan saya jelaskan secara konkrit, masalah-masalah
rohani atau fenomena kerohanian yang menjebak perjalanan kita seperti
istijrad,
kemampuan kasyaf, dan penyembuhan yang digandrungi oleh para pemburu
'kesaktian'. Dimensi-dimensi
fisik
maupun psikis akan anda temui
pada bab
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kalo menurut mu gimana...?